Rabu, 14 Desember 2011

Resum Jurnal Tugas TI

Resum TI 
    Nama : Serly Cahyani P.
                                                           Nim   : K2B009001
PARAMETER LAHAN KRITIS
Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan. Parameter penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 meliputi :
· kondisi tutupan vegetasi
· kemiringan lereng
· tingkat bahaya erosi dan singkapan batuan (outcrop), dan
· kondisi pengelolaan (manajemen)
Informasi tentang liputan lahan dapat diperoleh dari hasil interpretasi citra penginderaan jauh. Citra satelit Landsat 7 ETM+ dapat digunakan sebagai sumber data yang terpercaya untuk pemetaan liputan lahan pada skala 1: 250.000 atau lebih kecil. Hasil interpretasi citra dari Badan Planologi Dep. Kehutanan yang terbaru merupakan sumber data utama liputan lahan tersebut, apabila hasil interpretasi citra satelit yang terbaru tidak tersedia di BP DAS atau instansi terkait lainnya. Kondisi tutupan lahan dinilai berdasarkan prosentase tutupan tajuk pohon dan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas tutupan lahan elanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan, parameter liputan lahan mempunyai bobot 50%, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 50). Klasifikasi tutupan lahan dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada tabel berikut. Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (prosen) dan o (derajat). Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupabumi. Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer. Penyusunan data spasial kemiringan lereng dengan bantuan komputer dapat dilakukan apabila telah tersedia data kontur dalam format digital. Data kontur terlebih dahulu diolah untuk menghasilkan model elevasi digital (Digital Elevation Model/DEM) untuk kemudian diperoses guna menghasilkan data kemiringan lereng.
Peta kontur ketinggian, atau dalam konteks visualisasi tiga dimensi kerap dinamakan Digital Elevation Model (DEM). Untuk dapat bermanfaat maksimal, sebaiknya peta kontur ketinggian ini mempunyai resolusi ketelitian dalam orde beberapa cm. Untuk mencapai resolusi ketelitian setingkat ini metode survei terestris yang berbasis pengukuran sifat datar (leveling) harus diterapkan. Dengan tersedianya peta ini maka pola aliran, sirkulasi, dan limpahan air hujan akan dapat dipelajari dan dianimasi secara baik. Daerah-daerah cekungan dan daerah-daerah yang ada di bawah permukaan laut juga akan terdeteksi, sehingga tindakan-tindakan preventif yang bersifat holistik untuk perlindungan daerah itu dari bahaya banjir dapat dilakukan sejak dini. Peta kontur ketinggian ini juga sebaiknya dibuat dalam dua versi, peta kontur ketinggian permukaan tanah (tanpa bangunan) serta peta kontur ketinggian permukaan yang memperhitungkan bangunan. Pemanfaatan data Citra Landsat dan Digital Elevation Model (DEM) dipadukan dengan data lapangan, pada intinya dapat memberikan kemudahan, efisien dan akurat dalam pembuatan peta-peta tematik baik sebagai parameter pembatas maupun parameter penimbang dalam analisis arahan penataan lahan usaha tambang. Demikian pula dalam proses analisis morfometrik dapat memasukkan analisis tiga dimensi (3D) sehingga visualisasi hasil kajian lebih nyata. Kerangka pikir pemanfaatan data Citra Landsat dan Digital Elevation Model (DEM) dalam analisis morfometrik tiga dimensi untuk arahan penataan lahan usaha tambang.Digital Elevation model (DEM) dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini, sehingga data ini tidak hanya untuk peta topografik saja, tetapi bisa juga digunakan sebagai citra stereo.
Data kontur yang akan diolah harus sudah tersedia dalam bentuk data digital. Data digital ini adalah adalah data vektor dalam format ArcView shape file ataupun format yang lain yang dapat dikonversi menjadi ArcView shape file. Data kontur format vector diolah terlebih dahulu menjadi Model Elevasi Digital (Digital Elevation Model / DEM) dengan metode TIN (Triangulated Irregular Network). Berdasarkan DEM kemudian dibuat data ketinggian dalam 25 format raster (GRID) untuk selanjutnya diolah menjadi data raster kemiringan lereng. Vektor adalah format penyimpanan data dalam bentuk koordinat (x,y)sedangkan raster adalah format  penyimpanan data dalam bentuk sel yang ditunjukkan dengan baris dan kolom. Sel sebagai unit terkecil dari data disebut juga dengan pixel (kependekan dari picture element).
Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan (land system). Setiap poligon (unit pemetaan) land system mempunyai data atribut yang salah satunya berisikan informasi tentang bahaya erosi. Tingkat bahaya erosi pada setiap land system diklasifikasikan menjadi enam kelas yaitu:
1. Sistem lahan tererosi (eroded land system)
2. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi amat sangat tinggi (extremely severe erosion hazard)
3. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi amat tinggi (very severe erosion hazard)
4. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi sangat tinggi (severe erosion hazard)
5. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi sedang (moderately severe erosion hazard)
6. Sistem lahan yang mengandung bahaya erosi ringan (slight erosion hazard)
Berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998, data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional. Sesuai dengan karakternya, data tersebut merupakan data atribut. Di dalam analisa spasial, data atribut tersebut harus dispasialkan dengan satuan pemetaan land system. Alasan utama digunakannya land system sebagai satuan pemetaan produktivitas adalah setiap land system mempunyai karakter geomorfologi yang spesifik, sehingga mempunyai pola usaha tani dan kondisi lahan yang spesifik pula. Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan hutan lindung , yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. Sesuai dengan karakternya, data tersebut merupakan data atribut. Seperti halnya dengan kriteria produktivitas, manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi informasi mengenai aspek manajemen. Berkaitan dengan penyusunan data spasial lahan kritis, kriteria tersebut perlu dispasialisasikan dengan menggunakan atau berdasar pada unit pemetaan tertentu. Unit pemetaan yang digunakan, mengacu pada unit pemetaan untuk kriteria produktivitas, adalah unit pemetaan landsystem.